Mudharabah adalah
bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak di mana pemilik modal (shohibul maal) mempercayakan sejumlah modal kepada
pengelola (mudhorib) dengan
suatu perjanjian di awal. Bentuk ini menegaskan kerja sama dengan kontribusi
seratus persen modal dari pemilik modal dan keahlian dari pengelola.
Transaksi jenis ini tidak mewajibkan adanya wakil dari
shahibul maal dalam manajemen
proyek. Sebagai orang kepercayaan, mudharib
harus bertindak hati-hati dan bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi
akibat kelalaian dan tujuan penggunaan modal untuk usaha halal. Sedangkan, shahibul maal diharapkan untuk
mengelola modal dengan cara tertentu untuk menciptakan laba yang optimal.
B.
Hukum
Mudharabah dalam Islam
Mudharabah hukumnya
boleh berdasarkan dalil-dalil berikut:
1. Al-Qur’an:
Firman Allah: “Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu
orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari
sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi yang berperang di jalan
Allah..”.(QS. al-Muzzammil: 20)
Dan firman-Nya: “Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad
itu….” (QS. al-Ma’idah: 1)
Firman Allah: “Maka, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang
dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah
Tuhannya…”. (QS. Al-Baqarah: 283] dan [QS. al-Ma’idah: 1)
2. Al-Hadits:
Ibnu
Abbas radhiyallahu anhuma meriwayatkan bahwa Abbas bin Abdul
Muthallib (paman Nabi) jika menyerahkan harta sebagai mudharabah, ia
mensyaratkan kepada mudharib (pengelola)nya agar tidak mengarungi lautan
dan tidak menuruni lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Jika persyaratan
itu dilanggar, ia (mudharib/pengelola) harus menanggung resikonya. Ketika
persyaratan yang ditetapkan Abbas itu didengar Rasulullah, beliau
membenarkannya.” (HR. Al-Baihaqi di dalam As-Sunan Al-Kubra(6/111))
Shuhaib radhiyallahu anhu berkata:
Rasulullahbersabda: “Ada tiga hal yang mengandung berkah: jual beli tidak
secara tunai, muqaradhah (mudharabah), dan
mencampur gandum dengan
jewawut untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu
Majah)
Ijma:
Para ulama telah berkonsensus atas bolehnya mudharabah. (Bidayatul
Mujtahid, karya Ibnu Rusyd (2/136))
Diriwayatkan, sejumlah
sahabat menyerahkan (kepada orang, mudharib) harta anak yatim
sebagai mudharabah dan tak ada seorang pun mengingkari mereka.
karenanya, hal itu dipandang sebagai ijma’. (al-Fiqhu al-Islami wa
Adillatuhu, Wahbah Zuhaily, 4/838)
Qiyas.
Transaksi mudharabah diqiyaskan kepada transaksi musaqah.
Kaidah
fiqih: “Pada dasarnya, semua bentuk muamalah
boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
C.
Tipe mudharabah
Mudharabah Mutlaqah: Dimana shahibul
maal memberikan keleluasaan penuh kepada pengelola (mudharib) untuk
mempergunakan dana tersebut dalam usaha yang dianggapnya baik dan
menguntungkan. Namun pengelola tetap bertanggung jawab untuk melakukan
pengelolaan sesuai dengan praktik kebiasaan usaha normal yang sehat (uruf)
Mudharabah Muqayyadah: Dimana
pemilik dana menentukan syarat dan pembatasan kepada pengelola dalam penggunaan
dana tersebut dengan jangka waktu, tempat, jenis usaha dan sebagainya.
Feature
Mudharabah
1.
Berdasarkan
prinsip berbagi hasil dan berbagi risiko
àKeuntungan dibagi berdasarkan nisbah
yang telah disepakati sebelumnya
àKerugian finansial menjadi beban
pemilik dana sedangkan pengelola tidak memperoleh imbalan atas usaha yang telah
dilakukan.
2. Pemilik dana tidak diperbolehkan mencampuri
pengelolaan bisnis sehari-hari
D.
Rukun Al Mudharabah
Al
Mudharabah seperti usaha pengelolaan usaha lainnya memiliki tiga rukun:
- Adanya dua atau lebih pelaku yaitu investor
(pemilik modal) dan pengelola (mudharib).
- Objek transaksi kerja sama yaitu modal, usaha dan
keuntungan.
- Pelafalan perjanjian.
Sedangkan imam Al Syarbini dalam Syarh Al Minhaaj menjelasakan bahwa
rukun Mudharabah ada lima,
yaitu modal, jenis usaha, keuntungan,
pelafalan transaksi dan dua pelaku transaksi. Ini semua ditinjau dari perinciannya
dan semuanya tetap kembali kepada tiga rukun di atas.
Rukun
pertama: adanya dua atau lebih pelaku.
Kedua pelaku kerja sama ini adalah
pemilik modal dan pengelola modal. Disyaratkan pada rukun pertama ini keduanya
memiliki kompetensi beraktifitas (Jaiz
Al Tasharruf) dalam pengertian mereka berdua baligh, berakal, Rasyid dan tidak dilarang
beraktivitas pada hartanya. Sebagian ulama mensyaratkan bahwa keduanya harus
muslim atau pengelola harus muslim, sebab seorang muslim tidak ditakutkan
melakukan perbuatan riba atau perkara haram. Namun sebagian lainnya tidak
mensyaratkan hal tersebut, sehingga diperbolehkan bekerja sama dengan orang
kafir yang dapat dipercaya dengan syarat harus terbukti adanya pemantauan
terhadap aktivitas pengelolaan modal dari pihak muslim sehingga terlepas dari
praktek riba dan haram.
Rukun kedua: objek Transaksi.
Objek transaksi dalam Mudharabah mencakup modal, jenis usaha dan keuntungan.
a. Modal
Dalam sistem Mudharabah ada empat syarat modal yang harus dipenuhi:
- Modal harus berupa alat tukar/satuan mata uang (Al
Naqd) dasarnya adalah ijma’ atau barang yang ditetapkan nilainya
ketika akad menurut pendapat yang rojih.
- Modal yang diserahkan harus jelas diketahui.
- Modal yang diserahkan harus tertentu.
- Modal diserahkan kepada pihak pengelola modal dan
pengelola menerimanya langsung dan dapat beraktivitas dengannya.
Jadi dalam Mudharabah disyaratkan modal yang diserahkan harus diketahui dan
penyerahan jumlah modal kepada Mudharib
(pengelola modal) harus berupa alat tukar seperti emas, perak dan satuan mata
uang secara umum. Tidak diperbolehkan berupa barang kecuali bila ditentukan
nilai barang tersebut dengan nilai mata uang ketika akad transaksi, sehingga
nilai barang tersebut yang menjadi modal Mudharabah.
Contohnya seorang memiliki sebuah mobil toyota kijang lalu diserahkan kepada Mudharib (pengelola modal), maka
ketika akad kerja sama tersebut disepakati wajib ditentukan harga mobil
tersebut dengan mata uang.
Kejelasan jumlah modal ini menjadi syarat karena
menentukan pembagian keuntungan.
b. Jenis Usaha
Jenis usaha di sini disyaratkan
beberapa syarat:
- Jenis usaha tersebut di bidang perniagaan
- Tidak menyusahkan pengelola modal dengan
pembatasan yang menyulitkannya, seperti ditentukan jenis yang sukar sekali
didapatkan, contohnya harus berdagang permata merah delima atau mutiara
yang sangat jarang sekali adanya.
Asal dari usaha dalam Mudharabah adalah di bidang
perniagaan dan bidang yang terkait dengannya yang tidak dilarang syariat.
Pengelola modal dilarang mengadakan transaksi perdagangan barang-barang haram
seperti daging babi, minuman keras dan sebagainya.
c. Keuntungan
Setiap usaha dilakukan untuk
mendapatkan keuntungan, demikian juga Mudharabah.
Namun dalam Mudharabah
disyaratkan pada keuntungan tersebut empat syarat:
- Keuntungan khusus untuk kedua pihak yang bekerja
sama yaitu pemilik modal (investor) dan pengelola modal. Pembagian
keuntungan untuk berdua tidak boleh hanya untuk satu pihak saja.
- Keuntungan harus diketahui secara jelas.
- Dalam transaksi tersebut ditegaskan prosentase
tertentu bagi pemilik modal (investor) dan pengelola. Sehingga
keuntungannya dibagi dengan persentase bersifat merata seperti setengah,
sepertiga atau seperempat. Dalam pembagian keuntungan perlu sekali melihat
hal-hal berikut:
- Keuntungan berdasarkan kesepakatan dua belah
pihak.
- Pengelola modal hendaknya menentukan bagiannya
dari keuntungan.
- Pengelola modal tidak berhak menerima keuntungan
sebelum menyerahkan kembali modal secara sempurna. Berarti tidak
seorangpun berhak mengambil bagian keuntungan sampai modal diserahkan kepada pemilik modal, apabila ada
kerugian dan keuntungan maka kerugian ditutupi dari keuntungan tersebut,
baik kerugian dan keuntungannya dalam satu kali atau kerugian dalam satu
perniagaan dan keuntungan dari perniagaan yang lainnya atau yang satu
dalam satu perjalanan niaga dan yang lainnya dalam perjalanan lain. Karena
makna
keuntungan adalah kelebihan dari modal.
- Keuntungan tidak dibagikan selama akad masih
berjalan kecuali apabila kedua pihak saling ridha dan sepakat. Ibnu
Qudamah menyatakan: “Keuntungan jika tampak dalam mudharabah, maka
pengelola tidak boleh mengambil sedikitpun darinya tanpa izin pemilik
modal. Kami tidak mengetahui dalam hal ini ada perbedaan diantara para
ulama.
Namun apabila pemilik modal mengizinkan
untuk mengambil sebagiannya, maka diperbolehkan; karena hak tersebut milik
mereka berdua.”
Hak mendapatkan keuntungan tidak akan diperoleh salah
satu pihak sebelum dilakukan perhitungan akhir terhadap usaha tersebut.
Sesungguhnya hak kepemilikan masing-masing pihak terhadap keuntungan yang
dibagikan adalah hak yang labil dan tidak akan bersikap permanen sebelum
diberakhirkannya perjanjian dan disaring seluruh bentuk usaha bersama yang ada.
Rukun ketiga: Pelafalan Perjanjian (Shighoh
Transaksi).
Shighah adalah
ungkapan yang berasal dari kedua belah pihak pelaku transaksi yang menunjukkan
keinginan melakukannya. Shighah
ini terdiri dari ijab qabul. Transaksi Mudharabah
atau Syarikat dianggap sah
dengan perkataan dan perbuatan yang menunjukkan maksudnya
E.
Syarat Dalam Mudharabah
Pengertian syarat dalam Al Mudharabah adalah syarat-syarat
yang ditetapkan salah satu pihak yang mengadakan kerjasama berkaitan dengan Mudharabah. Syarat dalam Al Mudharabah ini ada dua:
1. Syarat yang shahih (dibenarkan) yaitu syarat yang
tidak menyelisihi tuntutan akad dan tidak pula maksudnya serta memiliki
maslahat untuk akad tersebut. Contohnya Pemilik modal mensyaratkan kepada
pengelola tidak membawa pergi harta tersebut keluar negeri atau membawanya
keluar negeri atau melakukan perniagaannya khusus dinegeri tertentu atau jenis
tertentu yang gampang didapatkan. Maka syarat-syarat ini dibenarkan menurut
kesepakatan para ulama dan wajib dipenuhi, karena ada kemaslahatannya dan tidak
menyelisihi tuntutan dan maksud akad perjanjian mudharabah.
2. Syarat yang fasad (tidak benar). Syarat ini terbagi
tiga:
- Syarat yang meniadakan tuntutan konsekuensi akad,
seperti mensyaratkan tidak membeli sesuatu atau tidak menjual sesuatu atau
tidak menjual kecuali dengan harga modal atau dibawah modalnya. Syarat ini
disepakati ketidak benarannya, karena menyelisihi tuntutan dan maksud akad
kerja sama yaitu mencari keuntungan.
- Syarat yang bukan dari kemaslahatan dan tuntutan
akad,
seperti mensyaratkan kepada pengelola untuk memberikan Mudharabah kepadanya dari harta
yang lainnya.
- Syarat yang berakibat tidak jelasnya keuntungan
seperti mensyaratkan kepada pengelola bagian keuntungan yang tidak jelas
atau mensyaratkan keuntungan satu dari dua usaha yang dikelola.
E. Berakhirnya Usaha Mudharabah
Mudharabah termasuk
akad kerjasama yang diperbolehkan. Usaha ini berakhir dengan pembatalan dari
salah satu pihak. Karena tidak ada syarat keberlangsungan terus menerus dalam
transaksi usaha semacam ini. Masing-masing pihak bisa membatalkan transaksi
kapan saja dia menghendaki. Transaksi Mudharabah
ini juga bisa berakhir dengan meninggalnya salah satu pihak transaktor, atau
karena ia gila atau idiot.
Apabila telah dihentikan dan harta
(modal) utuh, namun tidak memiliki keuntungan maka harta tersebut diambil
pemilik modal. Apabila terdapat keuntungan maka keduanya membagi keuntungan
tersebut sesuai dengan kesepakatan. Apabila berhenti dan harta berbentuk
barang, lalu keduanya sepakat menjualnya atau membaginya maka diperbolehkan,
karena hak milik kedua belah pihak. Apabila pengelola minta menjualnya sedang
pemilik modal menolak dan tampak dalam usaha tersebut ada keuntungan, maka
penilik modal dipaksa menjualnya; karena hak pengelola ada pada keuntungan dan
tidak tampak decuali dengan dijual. Namun bila tidak tampak keuntungannya maka
pemilik modal tidak dipaksa.
0 komentar:
Posting Komentar